......................................................................


SELAMAT DATANG DI BLOG EDUCATION 4 INDONESIA

Selasa, 31 Agustus 2010


Hehe..maaf baru Nonghol Lagi!!
Minat Baca : Tolak Ukur Kemajuan Suatu Bangsa
Oleh : Fikry Irsan Rasyid Prayoga


Akhir-akhir ini seiring dengan berkembangnya zaman dan teknologi fungsi perpustakaan terlihat semakin menurun saja. Dapat dilihat dari jumlah pengunjung perpustakaan yang dari tahun ke tahun semakin menurun. Sebenarnya apa yang telah terjadi? Apakah minat baca masyarakat terutama kalangan pelajar telah ikut menurun juga? Mari kita coba kupas bersama.

Apa Itu Perpustakaan?
Selama ini kita mengenal perpustakaan sebagai tempat dimana buku-buku kebanyakan berada. Dalam artian yang luas perpustakaan adalah tempat berkumpulnya banyak informasi yang disajikan dalam bentuk buku. Tetapi seiring dengan temuan media baru selain buku untuk menyimpan berbagai informasi seperti komputer rasanya buku sudah tidak se-populer dulu lagi. Jikalau dulu kita mencari informasi lewat buku, di jaman sekarang yang serba canggih ini, kita sudah dimanjakan dengan kehadiran internet yang bila dibandingkan dengan buku, internet lebih cepat, efisien dengan harga yang sangat terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat kita.
Oleh karena itu perpustakaan modern telah didefinisikan kembali sebagai tempat untuk mengakses informasi dalam format apa pun, apakah informasi itu disimpan dalam gedung perpustakaan tersebut atau tidak. Dalam perpustakaan modern ini selain kumpulan buku tercetak, sebagian buku dan koleksinya ada dalam perpustakaan digital (dalam bentuk data yang bisa diakses lewat jaringan komputer/internet).
Akan tetapi pada kenyataanya apabila seorang pelajar dihadapkan dengan dua pilihan, pilihan yang pertama adalah buku dan yang kedua adalah internet, saya yakin para pelajar kebanyakan akan memilih opsi yang kedua, meskipun tidak akan sedikit juga yang akan memilih opsi pertama.
Internet lebih sering digunakan oleh para pelajar sebagai media dibandingkan dengan buku, karena mereka cenderung lebih malas untuk membuka halaman demi halaman di dalam sebuah buku. Padahal yang selama ini kita tahu, buku lah yang selalu menyajikan suatu informasi dengan lengkap dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Sedangkan internet, besar sekali kemungkinan data yang disajikan telah mengalami modifikasi sesuai kebutuhan seseorang maupun sebuah lembaga tertentu. Di dalam sebuah buku, tercantum nama pengarang dan nama penerbit dimana buku tersebut berasal, sehingga semua kebenaran informasinya dapat dipertanggung jawabkan oleh pihak terkait. Sedangkan apabila kita dapat sebuah informasi dari internet, kebenaran datanya benar-benar tidak dapat dipertanggung jawabkan sama sekali.
Meskipun kenyataan sekarang pelajar lebih memilih menggunakan jasa internet dibandingkan dengan sebuah buku, tetapi saya rasa peran sebuah buku tidak akan pernah dapat tergantikan sama sekali. Kehadiran jaringan internet di perpustakaan pun menurut saya kurang efektif apabila kita menginginkan para pelajar kita memiliki minat baca yang tinggi. Karena, meskipun dengan dipasangnya hot spot area di perpustakaan akan menjadikan jumlah pengunjung meningkat tetapi sangat dapat dipastikan para pelajar hanya ingin menikmati internetan gratis tanpa menyentuh buku sedikitpun. Mungkin jikalau mereka membuka situs-situs pendidikan ataupun mereka lebih suka membaca lewat komputer hal itu masih di toleransi. Akan tetapi bagaimana kalau mereka hanya iseng-iseng main game ataupun membuka situs-situs yang tidak wajar??oleh karena itu kehadiran internet di dalam sebuah perpustakaan sebaiknya dibatasi.

Peranan Perpustakaan Sekolah
Perpustakaan sebagai lembaga penyedia ilmu pengetahuan dan informasi mempunyai peranan yang penting terhadap penggunanya. Demikian halnya di dalam sebuah institusi pendidikan seperti sekolah. Perpustakaan sekolah merupakan sumber ilmu pengetahuan dan informasi yang berada di sekolah,.
Perpustakaan sekolah harus dapat memainkan peran, terutama dalam membantu siswa untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Untuk tujuan tersebut, perpustakaan sekolah perlu merealisasikan kebijakannya dalam memajukan warga sekolah dengan cara menambah koleksi buku yang berkualitas dan peningkatan sarana/fasilitas di dalam sebuah perpustakaan. Perpustakaan yang ideal haruslah nyaman dan dapat membuat siapapun yang berdiam diri disitu akan merasa betah untuk berlama-lama.
Dengan memaksimalkan peran tersebut, diharapkan perpustakaan dapat mencetak siswa-siswi yang memiliki minat baca yang tinggi dan dengan tingkat pemahaman yang lebih maksimal sehingga dapat turut serta meningkatkan kualitas pendidikan di Negeri tercinta kita ini.
Baiknya sebuah perpustakaan sekolah harus bisa membackup seluruh mata pelajaran disekolah sehingga para pelajar lebih tertarik minatnya untuk berkunjung dan membaca di dalam perpustakaan tersebut. Selain itu, diharapkan juga perpustakaan memiliki koleksi buku selain dari pada buku mata pelajaran misalkan buku-buku fiksi dan yang lainnya. Karena hal itu dapat ikut meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam membaca. Meskipun mereka belum tertarik dengan buku-buku pelajaran misalnya, setidaknya mereka dapat membiasakan diri membaca terlebih dahulu dengan buku-buku yang sifatnya hiburan.
Untuk memaksimalkan kinerja perpustakaan dalam peranannya memajukan para warga sekolah, perpustakaan perlu dibantu oleh para pustakawan. Seorang pustakawan yang baik, haruslah dapat menguasai seluruh isi dari perpustakaan tersebut, karena pustakawanlah yang akan menjadi daya tarik dan contoh bagi siswa yang lainnya. Pustakawan harus lah gemar membaca, pustakawan haruslah memiliki wawasan yang luas sehingga mereka yang bukan pustakawan tertarik untuk mengikuti jejaknya.
Selain rak-rak buku yang memenuhi perpustakaan, demi meningkatkan peranannya sebaiknya ruang perpustakaan dilengkapi dengan ruang untuk membaca, ruang untuk diskusi maupun ruang untuk tempat penelitian. Karena perpustakaan tidak hanya didefinisikan sebagai tempat berkumpulnya buku saja, akan tetapi perpustakaan adalah tempat berbagai informasi dan ilmu pengetahuan berada.
Perpustakaan harus dapat melayani pengunjungnya dengan baik. Buku-buku diatur sedemikian rupa sehingga pengunjung yang ingin mencari sebuah buku tidak akan merasa kesulitan untuk menemukannya. Tata ruang yang baik harus dimiliki oleh sebuah perpustakaan. Agar para pengunjungnya merasa nyaman dan betah untuk berlama-lama berdiam diri di Perpustakaan. Ruangan perpustakaan haruslah bersih dan dilengkapi dengan tanaman-tanaman hidup sebagai bahan pembelajaran bagi pengunjungnya.
Minat Baca Pelajar Masa Kini!
Data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2003 dapat dijadikan gambaran bagaimana minat baca bangsa Indonesia. Data itu menggambarkan bahwa penduduk Indonesia berumur di atas 15 tahun yang membaca koran pada minggu hanya 55,11 persen. Sedangkan yang membaca majalah atau tabloid hanya 29,22 persen, buku cerita 16,72 persen, buku pelajaran sekolah 44.28 %, dan yang membaca buku ilmu pengetahuan lainnya hanya 21,07 persen.
Data BPS lainnya juga menunjukkan bahwa penduduk Indonesia belum bisa menjadikan membaca sebagai sumber informasi. Orang lebih memilih televisi dan mendengarkan radio. Malahan, kecenderungan cara mendapatkan informasi lewat membaca sejak 1993. Hanya naik sekitar 0,2 persen. Jauh jika dibandingkan dengan menonton televisi yang kenaikan persentasenya mencapai 211,1 persen.
Data 2006 menunjukkan bahwa orang Indonesia yang membaca untuk mendapatkan informasi baru 23,5 persen dari total penduduk. Sedangkan, dengan menonton televisi sebanyak 85,9 persen dan mendengarkan radio sebesar 40,3 persen.
Angka-angka tersebut menggambarkan bahwa minat penduduk Indonesia terhadap membaca masih rendah. Padahal, untuk meningkatkan minat baca, harus dimulai sejak anak-anak. Namun, saat ini pun kondisi kemampuan membaca (reading literacy) anak Indonesia masih rendah. Tidak perlu membandingkan dengan negara yang sudah maju, dengan sesama negara yang berkembang lainnya pun kemampuan membaca anak-anak Indonesia masih sangat rendah.
Data lain juga menunjukan yang sama. Pada 1992, Internasional Associations for Evaluation of Educational (IEA) melakukan studi kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar kelas IV di 30 negara dunia. Kesimpulan dari studi tersebut menyebutkan bahwa Indonesia menempati urutan ke-29! Hanya setingkat diatas negara Venezuella. Sangat memilukan!!
Lalu, dalam laporan World Bank dalam sebuah laporan pendidikan Education In Indonesia From Crisis to Recovery menyebutkan bahwa kemampuan membaca anak-anak kelas IV sekolah dasar di Indonesia masih dibawah negara Asia lainnya. Laporan tersebut mengutip hasil Vincent Greannary pada 1998 yang menunjukkan Indonesia hanya mampu meraih nilai 51,7. Sedangkan negara Asia lainnya yang juga menjadi objek nilai, seperti Filipina memperoleh nilai 52,6, Thailand 65,1, Singapura 74,0 dan Hong Kong 75,5.
Buruknya kemampuan anak-anak Indonesia berdampak pada penguasaan bidang ilmu pengetahuan dan matematika. Hasil tes yang dilakukan Trends in Science Study (TIMSS) 2003 terhadap para siswa kelas II SLTP 50 negara di dunia, menunjukkan prestasi siswa-siswa Indonesia berada di peringkat ke-36 dengan nilai rata-rata Internasional 474.
Sungguh sangat memprihatinkan kondisi bangsa kita ini. Jikalau dulu orang lain yang belajar dari negeri kita sekarang ini sebaliknya. Padahal minat baca adalah bekal yang sangat penting untuk mendalami sebuah ilmu pengetahuan. Itulah mungkin yang menyebabkan Indonesia dipenuhi dengan penduduk-penduduk miskin dan pengangguran. Karena kualitas membaca mempengaruhi seberapa besar informasi yang dapat mereka serap dari sebuah bacaan. Dan dari bekal informasi tersebut lah mereka dapat menghadapi dunia ini.
Kebiasaan orang tua dahulu yaitu mendongengkan sebuah cerita kepada sang anak sebelum tidurpun untuk sekarang ini jarang sekali kita dengar, padahal hal kecil seperti itu besar pengaruhnya bagi pertumbuhan minat baca sang anak. Pembiasaan membaca oleh orang tua menjadi hal yang sangat penting, oleh karenanya diharapkan agar orang tua memberikan contoh yang positif dengan ikut gemar membaca. Meskipun pada saat pertama-tama si anak hanya tertarik untuk memegang sebuah buku tapi lama-kelamaan mereka akan tertarik untuk membuka bahkan membaca buku tersebut. Oleh karena itu, pembiasaan membaca haruslah ditanamkan sejak dini.
Selain hal tersebut diatas, pengaruh tenaga pengajar untuk membentuk seorang pelajar yang memiliki minat baca yang tinggi pun mengambil andil yang cukup besar. Seorang guru yang baik adalah yang dapat membuat muridnya tidak terlepas dari buku bahkan cenderung tiada hari tanpa membaca. Tugas yang diberikan guru kepada seorang murid pun sebaiknya tidak hanya diambil dari buku-buku paket ataupun LKS. Akan tetapi ada baiknya memberikan tugas yang bersumber dari buku-buku di perpustakaan sehingga tiada jalan keluar bagi siswa selain berkunjung ke perpustakaan yang ada di sekolahnya.
Perpustakaan Bagi Seorang Pelajar
Pelajar masa kini tidak lagi diidentikkan dengan sebuah buku. Itu merupakan sesuatu yang sangat ironis di dunia pendidikan kita. Padahal buku adalah jendela dunia. Semua pelajar pun sudah tahu tentang hal itu. Akan tetapi pada kenyataannya, sangat sedikit sekali pelajar yang memanfaatkan kehadiran perpustakaan di sekolahnya. Itu semua bukan seluruhnya kesalahan pelajar. Karena pelajar sekarang sudah dimanjakan dengan kehadiran internet yang tidak bisa kita cegah. Akan tetapi, alangkah baiknya kita sebagai generasi yang cerdas bisa menyikapi kemajuan teknologi tersebut sebagai sesuatu yang positif yang bahkan bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas keilmuan kita.
Perhatian pemerintah pun dalam hal penyediaan buku-buku berkualitas belum begitu terasa oleh kita sebagai kaum pelajar. Padahal pemerintahlah yang ambil peranan besar untuk mewujudkan cita-cita kita bersama yaitu mencerdaskan kehidupan Bangsa. Oleh karena itu, mewujudkan pendidikan dengan kualitas yang tinggi merupakan tugas kita bersama, bukan hanya tugas pemerintah saja.
Perpustakaan layaknya sebuah rumah bagi seorang pelajar. Tempat dimana mereka para manusia yang haus akan ilmu mencari dan menemukan berbagai inovasi baru di dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Tempat dimana mereka para generasi penerus bangsa mencari solusi yang dibutuhkan oleh bangsa ini di dalam menghadapi derasnya arus teknologi yang menyebabkan runtuhnya moral bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudi luhur dan memiliki adat ketimuran. Oleh karena itu, mari kita sama-sama berusaha untuk mengembalikan citra baik sebuah perpustakaan di mata para pelajar kita agar kita dapat sama-sama ikut andil dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Negara kita tercinta ini.
Memang mewujudkan semua itu bukanlah hal yang mudah. Yang penting kita sudah punya usaha kearah hal tersebut.




Read More......

Kamis, 24 Juni 2010

Potensi Laut Indonesia oleh: Fikry I.R.P

Fakta menyebutkan bahwa Indonesia kaya akan sumber daya alamnya baik di sektor darat maupun sektor laut, tapi fakta juga yang menyebutkan bahwasebagian besar penduduk Indinesia hidup di bawah garis kemiskinan. Bagaimana itu bisa terjadi ???
Potensi Indonesia sebagai negara agraris dan maritim sangat besar, tapi sampai sekarang belum banyak yang dapat menikmati kekayaan alam yang dimiliki itu.
Kalau kita lihat potensi laut Indonesia yang kaya akan ikan, terumbu karang, mutiara maupun keragaman hayati-nya, itu semua lebih dari cukup untuk menghidupi berjuta2 nelayan di Indonesia. Akan tetapi kenyataan yang kita hadapi sekarang ini mengapa negara Indonesia yang memiliki potensi sangat besar diberbagai sektor rakyatnya kebanyakan orang miskin?

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, penduduk miskin di indonesia mencapai 34,96 juta jiwa dan 63,47 persen % di antaranya adalah masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dan pedesaan. Di sisi lain pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya kelautan dan pesisir selalu beriringan dengan kerusakan lingkungan dan habitat seperti terumbu karang dan hutan mangrove, dan hampir semua eksosistim pesisir Indonesia terancam kelestariannya.
Bila dilihat dari sudut pandang Optimalisasi Sumber daya alam memang ternyata Indonesia belum mampu untuk mengoptimalkan potensi yang ada, apakah itu dari segi teknologi maupun dari segi sumber daya manusianya. Indonesia masih menggantungkan kekayaan alamnya terhadap investasi dari bangsa asing. Padahal kalau semua sumber daya alam itu dapat kita olah sendiri, tak dapat dibayangkan berapa besar keuntungan yang dapat kita peroleh. Akan tetapi, sekarang ini sebagian besar kekayaan alam di Indonesia dikuasai oleh asing, sedangkan Indonesia hanya mendapatkan beberapa persen kecil saja dari hasil yang didapat oleh asing. Lantas, sekarang apa yang harus kita lakukan ??
Memperbaiki kualitas Sumber Daya Manusia adalah salahsatunya. Kita harus memiliki sumber daya manusia yang benar2 dapat mengolah seluruh kekayaan alam di Indonesia demi kesejahteraan rakyat dan bangsa ini. Di dalam hal ini, peranan pemerintah sangat penting guna membentuk sebuah generasi yang cerdas dan dapat mengoptimalkan seluruh potensi negara ini.
Pendidikan yang masih relatif mahal merupakan penyebab utama rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia karena tidak semua rakyat Indonesia dapat megenyam pendidikan yang layak. Padahal kita semua tahu bahwa pendidikan adalah hak semua orang tanpa terkecuali.

Keadaan Nelayan Di Indonesia
Nelayan di Indonesia sebagian besar adalah orang2 pengenyam pendidikan yang rendah yang diakibatkan ketidakmampuan di dalam kehidupan ekonomi mereka. Padahal kita semua tahu bahwa laut Indonesia kaya akan ikan dengan ragam dan jenis yang banyak sekali. Akan tetapi karena rendahnya kualitas sumber daya manusia dari para nelayan itu menyebabkan ketidakmampuan para nelayan untuk memaksimalkan penghasilan mereka. Banyak nelayan yang masih menggunakan bahan beracun hanya untuk menangkap ikan sebagai penyambung hidup mereka, padahal jelas2 bahan beracun tersebut sangat berbahaya dan dapat merusak ekosistem yang ada di dalam laut. Kekurangan mereka didalam sektor ekonomi pun menyebabkan mereka jarang melaut karena tingginya harga bahan bakar sebagai modal utama mereka melaut. Peranan pemerintah dalam menentukan kebijakan mengenai bahan bakar untuk para nelayan ini sangat dibutuhkan demi kelangsungan hidup para nelayan dan keluarga mereka. Akan tetapi kebijakan pemerintah saat ini, tidak banyak yang memihak para nelayan. Kenyataan lainnya kurangnya penguasaan teknologi yang dimiliki oleh para nelayan. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Oleh karena itu, diperlukan teknologi pengawetan yang baik. Selama ini, nelayan hanya menggunakan cara yang tradisional untuk mengawetkan ikan.
Selain hal diatas yang turut serta menjadi kendala meningkatnya taraf kehidupan masyarakat nelayan kita adalah Pemasaran hasil tangkapan yang belum terkoordinir dengan baik karena tidak semua pesisir memiliki tempat pelelangan ikannya sendiri. Hal tersebut membuat para nelayan menjual hasil tangkapannya kepada para tengkulak dengan harga yang sangat jauh dibandingkan harga pasaran sebenarnya.
Padahal sebenarnya untuk mengatasi maslah tersebut mengapa tidak seluruh potensi kekayaan laut di olah/ di optimalisasi oleh pemerintah sendiri dengan nelayan sebagai tenaga kerja-nya sehingga semua kegiatan kelautan dari mulai penangkapan ikan sampai ke pengolahan dan pemasaran dapat terkoordinasi dengan baik dan kita bisa mendapatkan hasil yang lebih maksimal. Hal tersebut diatas juga dapat mengurangi tingkat pemakaian bahan-bahan terlarang untuk menangkap ikan seperti zat beracun dll. Karena seluruh fasilitas/sarana untuk melaut disediakan oleh pemerintah sendiri dan pemerintah pun jua yang mengatur pemasaran seluruh hasil tangkapan.

Read More......

Selasa, 22 Juni 2010

Minat Baca, Siapa Peduli?



Artikel ini saya ambil karena menurut saya isinya sangat bagus untuk kita terutama kalangan pelajar didalam menghadapi derasnya arus teknologi.

Menyambut Hari Buku Nasional 17 Mei 2008

Minat Baca, Siapa Peduli?Oleh Hikmat Kurnia

Dunia perbukuan Indonesia memang berkembang. Jumlah buku yang diterbitkan semakin bertambah. Walaupun belum ada data pasti tentang jumlah buku baru yang terbit da;am setahun, namun mengacu kepada jumlah buku yang diterima jaringan toko buku besar, seperti Gramedia dan Gunung Agung, setidaknya Indonesia mampu menerbitkan 12.000 judul buku baru dalam setahun. Jumlah tersebut tidak termasuk buku yang cetak ulang dalam tahun yang sama. Dengan rata-rata tercetak untuk satu judulnya 3.000 eksemplar, maka setidaknya para penerbit Indonesia mampu menghasilkan 36.000.000 eksemplar buku dalam setahun.

Secara jumlah ilustrasi tersebut kelihatannya tergolong besar. Namun, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 250.000.000 orang, angka itu sangat memprihatinkan. Jika semua buku tersebut habis terserap pembaca, maka satu buku dikonsumsi oleh 6 sampai 7 orang dalam setahun. Celakanya, perbandingan tersebut belum dianggap mewakili, karena pola distribusi buku di Indonesia yang kurang merata. Toko-toko buku yang memadai sangat terkonsentrasi pada kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Jogyakarta, Semarang, dan lain-lain. Bahkan, jika memperhitungkan daya serap pasar, lebih dari 40% buku diserap oleh pembaca yang ada di wilayah Jabodetabek.

Dari data tersebut bisa dipahami hasil temuan UNDP tentang minat baca masyarakat Indonesia. Berdasarkan hasil temua UNDP, posisi minat baca Indonesia berada di peringkat 96, sejajar dengan Bahrain, Malta, dan Suriname. Untuk Kawasan Asia Tenggara, hanya ada dua negara dengan peringkat di bawah Indonesia, yakni Kamboja dan Laos. Masing-masing berada di urutan angka seratus. Apa pun alasannya, posisi Indonesia yang terlalu rendah dalam minat baca ini tentu sangat memprihatinkan bagi bangsa yang mengklain sebagai bangsa besar.

Oleh sebab itu, perlu ada upaya konkret dalam meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia. Sebagai langkah awal, bisa dikembangkan dari lingkungan keluarga, kemudian beralih ke lingkungan yang lebih luas di masyarakat. Untuk meningkatkan minat baca ini ada baiknya kita meniru budaya yang dikembangkan Jepang. Di sana ada gerakan 20 minutes reading of mother and child. Gerakan ini mengharuskan seorang ibu mengajak anaknya membaca selama 20 menit sebelum tidur. Gerakan ini bisa sangat efektif jika didukung oleh kesadaran yang tinggi, ketersedian buku yang memadai (termasuk kemudahan mendapat buku yang cocok), dan dukungan dari berbagi pihak.

Faktor lainnya yang perlu didorong adalah pola kebiasaan keluarga menghabiskan akhir pekannya. Keluarga Indonesia harus didorong untuk lebih memilih jalan-jalan ke toko buku atau perpustakaan, sehingga lebih mengasah intektulitas dan akrab dengan buku.

Minimnya pemberitaan tentang orang-orang yang berhasil karena membaca buku ikut menjadi factor penting rendahnya minat baca. Hal lain yang perlu dikritik adalah rendahnya pemberian penghargaan pada karya intelektual. Hal ini ikut mendorong masyarakat malas berkarya dan membaca.

Hari Buku Nasional

Memperhatikan banyaknya faktor yang mempengaruhi lemahnya minat baca ini, mau tidak mau semua elemen perbukun harus berupaya melakukan langkah konkret dalam mewujudkan generasi gemar membaca.

Ikapi sebagai organisasi yang berada di garda terdepan dalam pengembangan perbukuan Indonesia merasa perlu untuk melakukan kampanye pentingnya buku dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai titik tolaknya, Ikapi telah mempelopori untuk mencanangkan 17 Mei sebagai Hari Buku Nasional.

Dengan dicanangkannya 17 Mei sebagai Hari Buku Nasional, maka setiap tahun Ikapi akan terus berupaya menjadikan buku sebagai bagian dari gaya hidup. Untuk tahun ini perayaan Hari Buku Nasional akan ditunjukkan untuk mendorong kalangan perbukuan, baik penulis, penerbit, editor, illustrator, desainer, distributor, toko buku dan lain-lain, memberi penyadaran (awarness) pada masyarakat Indonesia tentang pentingnya buku.

Jika buku sudah menjadi gaya hidup, masyarakat tidak lagi berjarak dengan buku. Posisi buku pun sudah dianggap sebagai kebutuhan sehari-hari. Dengan begitu, masyarakat tidak lagi menyikapi buku dengan kening berkerut, karena setiap kalangan, profesi, usia, atau latar belakang lainnya mempunyai buku masing-masing. Artinya, buku tidak lagi dipandang secara elitis yang ditulis, diterbitkan, dan dibaca oleh kalangan tertentu. Buku jadinya milik semua orang.

Dengan mimpi menjadikan buku sebagai milik semua orang, perayaan Hari Buku Nasional tahun ini, Ikapi Jaya berkerja sama dengan Perpumda DKI Jaya merencanakan untuk menggelar tiga kegiatan konkret. Kegiatan pertama, pembagian minimal 1.000 stiker, blocknote, dan pulpen dengan tulisan yang mendorong pentingnya minat baca bagi pengendara mobil dan motor yang melintas di Bundaran Hotel Indonesia dan tempat-tempat lain yang strategis. Demo simpatik ini bertujuan menggugah masyakarat tentang pentingnya minat baca. Pada moment ini diharapkan berbagai kalangan, khususnya pegiat perbukuan terlibat secara nyata.

Kegiatan kedua, adalah pembagian minimal 1.000 buku bagi rumah-rumah baca yang berada di wilayah Jabodetabek. Acara ini ditunjukkan untuk memberi contoh konkret bahwa penerbit yang bergabung Ikapi dan Perpumda DKI Jaya adalah organisasi yang sangat peduli bagi berkembangnya minat baca masyarakat, teruatama masyarakat kurang beruntung. Dalam acara ini peran serta penerbit yang mempunyai buku yang masih baik tetapi tidak layak jual sangat dibutuhkan, karena dari penerbitlah sumber buku bisa diperoleh. Ini juga semacam CSR bagi kalangan penerbit.

Cara lainnya untuk untuk mendorong minat baca adalah dengan memberikan keterampilan menulis bagi masyakarat. Selama ini masyakat Indonesia dalam bidang perbukuan lebih banyak berperan sebagai konsumen saja. Hanya menjadi pembaca. Padahal, untuk meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia juga harus didorong untuk memiliki keterampilan menulis. Asumsinya, untuk menulis satu buku, setidaknya seoarang penulis membutuhkan lima buku pembanding, referensi, atau bahan bacaan. Oleh sebab itu, kegiatan ketiga yang akan digelar dalam Hari Buku Nasional tahun ini adalah Bengkel Penulisan Buku bagi 300 orang, terutama pelajar dan Mahasiswa secra gratis. Kegiatan ini dipertlukan untuk mendekatkan pelajar dan mahasiswa dengan kalangan perbukuan.

Perlu disadari peringatan Hari Buku Nasional hanyalah salah satu langkah pengembangan minat baca masyarakat Indonesia. Kegiatan tersebut tidak akan berarti apa-apa tanpa konsinsensi dan keterlibatan banyak pihak. Rasanya, kalau semua pihak perbukuan, termasuk pemerintah menyadari pentingnya minat baca, posisi Indoinesia dalam minat baca akan tergerek naik. Semoga.

Read More......